Minggu

Hampir seluruh waktu Habib Abdurrahman Bilfaqih dipergunakan dijalan dakwah dan mengajar di pesantren. Memang buah jatuh tidak jauh dari induknya. Sejal kecil, anak ketiga pasangan Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih dan Syarifah Azizah Al-Jufri ini ( lahir pada 16 Desember 1972 ) di didik orangtuanya di pesantren. Setelah agak besar, beliau melanjutkan ke PP Darus Surur Kabupaten Bandung, dibawah asuhan Abuya Yahya, murid tarekat Habub Abdul Qodir Bilfaqih, kakeknya, yang paling sepuh yang kini masih hidup.
Di pondok pesantren ini, Habib abdurrahman Bilfaqih belajar ilmu agama dan tarekat dari tahun 1988- 1993. Di masa belajar itu, beliau melangsungkan pernikahan dengan Syarifah Laila binti Utsman Alaydrus pada tahun 1991 dan menetap dengan isterinya di dekat pondok pesantren. Usai mondok di Darus Surur, beliau dan isterinya menetap di Indramayu, kota asal isterinya. Namun setahun kemudian, Habib Abdurrahman melanjutkan belajar lagi ke PP At-Tauhidiyyah Giren Talang Tegal, Jawa Tengah, di bawah asuhan Syaikh Akhmad Said dan Syaikh Muhammad Khasani. Beliau belajar disana selama lima tahun, 1994 - 2000.
"Saya tertarik belajar di pesantren ini karena pesantren ini menitikberatkan pelajaran tauhid. Pendirinya dulu, Syaikh Ubaidillah, sudah dikenal sebagai ahli kajian tauhid, sehingga mendapat undangan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Makkah pada abad ke-19, untuk bersama-sama membahas masalah tauhid bersama para ulama Timur Tengah waktu itu," tuturnya.
Selepas belajar di Tegal, beliau dipanggil pulang ke Malang untuk memperkuat Dewan Pengasuh PP Darul Hadits. Dewan Pengasuh terdiri dari semua anak Habib Abdullah Bilfaqih, yaitu dua kakak lelakinya ( Habib Abdul Qodir dan Habib Muhammad ), baru kemudian dirinya dan dua adik perempuannya ( Syarifah Ummu Hani dan Syarifah Khadijah ). Namun karena sehari-hari tinggal di Indramayu,Jawa Barat, Beliau hanya beberapa hari datang ke Malang. Di Indramayu, Habib Abdurrahman mengasuh pesantren, yang diberi nama Ribath Rahmatul Muhammadiyah. Pondok pesantren yang beralamat di Jl. Nyi Resik RT 01 RW 01 Sindang Indramayu, Jawa Barat. "Menjadi santri disini gratis, yang penting bisa mencuci pakaian dan merawat kamarnya sendiri," ujar ayah empat anak ini.
Di pesantren itu, selain diajarkan ilmu agama, juga diajarkan tarekat tingkat dasar. Dalam perjalanan dakwahnya, Habib Abdurrahman mendapati, umat Islam sekarang kurang memperhatikan pendidikan cinta dan mengikuti teladan Rosulullah SAW. "Saya gambarkan, dulu di zaman Rosulullah masih hidup, para sohabat cinta, tunduk, dan meneladani Rosulullah SAW. Mereka setiap hari bisa bertemu junjungan mereka, dan mendengar pelajaran maupun bertanya tentang hal yang mereka tidak ketahui. Namun bisakah kita sekarang memposisikan diri sebagai para sahabat, yang setiap hari cinta, tunduk, dan meneladani Rosulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari? Kalau kita ingin belajar dan bertanya , segeralah membaca A-lqur'an atau Hadits, atau bertanya kepada para ulama yang mengetahui kedua sumber Islam tersebut," katanya.
Menurutnya, sikap seperti itu kini kurang diajarkan para ustadz kepada santrinya. Karena itulah, kaum muslimin sekarang memahami Islam sebagaimana dirinya dipengaruhi oleh budaya sekitar. Mestinya, kaum muslimin memahami Islam sebagaimana para sohabat mendapat bimbingan dari rosulullah SAW. " Apa yang kita petik dari meneladani cara para sohabat belajar kepada Nabi Muhammad SAW ? Mereka tidak ada satupun yang murtad hingga akhir hayatnya, dan hidup mereka selalu diterangi cahaya Islam. Dan saya yakin, semuanya masuk surga."
Disamping mempelajari kitab kuning dan Tarekat Awaliyah, Habib Abdurrahman juga menerapkan kepada santrinya, yaitu membiasakan mereka berpuasa Senin Kamis, kemudian puasa Nabi Daud (sehari puasa sehari tidak), dan terakhir puasa Dahr (puasa setiap hari,selain lima hari terlarang-yaitu 'Idul fitri, Idul Adha, dan tiga hari setelah Idul Adha) Puasa ini dengan tujuan untuk membersihkan hati dan menghindar dari segala godaan yang sering muncul ketika kita tidak puasa.
Selain menjadi Ustadz di dua pesantren itu, Habib Abdurrahman masih menyempatkan diri belajar lagi di luar negeri. Tepatnya, pada tahun 2003 beliau belajar ke PP Darul Musthafa Tarim, yang di asuh oleh Habib Umar bin Hafidz. "Belia hanya tabarukan, sebab disana hanya 40 hari saja. Selain itu, beliau juga banyak berkunjung ke beberapa Habib sepuh, seperti Al-Maghfurlah Sayyid Muhammad Al-Maliki, Al-Maghfurlah Habib Abdurrahman Assegaf, Habib Zain bin smith, Habib Salim Asy-Syathiri, untuk mendapatkan ijazah beberapa aurad Alawiyin. Tentu saja tidak hanya itu, dengan mendekatkan diri kepada para Habaib dan Ulama, banyak ilmu dan teladan yang diperoleh dari mereka.
Setelah banyak belajar dari berbagai guru, saatnya Habib Abdurrahman mengajarkan apa yang telah didapatkannya. Selain memberikan kuliah umum kepada para santri Darul Hadits Malang, beliau juga mengasuh Ribath di Indramayu dan berbagai majlis ta'lim di berbagai kota.
Pada malam Ahad pertama, pembacaan manaqib di majlis ta'lim Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaf di Indramayu. Sedang pada malam Ahad kedua, pembacaan kitab fiqih yang diikuti ratusan jamaah. Ada juga jadwal di Bandung, yaitu pada malam Selasa awal bulan. Kemudian di Jakarta, ada beberapa tempat. Pada Rabu kedua setiap bulan di Masjid Al-Bahri di jl.D.I Panjaitan. Pada Kamis malam di ribath yang terletak di Pondok Bambu. Belum lagi ta'lim yang sifatnya undangan khusus yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia maupun luar negeri.


Istiqomah Berpuasa Dahr
Di tengah jadwal dakwah yang padat itu, Habib Abdurrahman mengamalkan puasa Dahr. Kebiasaan itu sudah berjalan sejak lima tahun lalu. Beliau merasa tidak berat, tetapi justru merasakan bahwa puasanya itu semakin mendukung kesehatan ruhani dan jasmaninya. Beliau mengaku tidak pernah terkena stres atau penyakit jasmani lainnya.
.

ReaD MorE...

Jumat


Munshib di Kalangan Habaib

Munshib mangepalai suatu klan dikalangan suku-suku di Arab. Namun di Indonesia, konotasinya menyempit, hanya dikalangan Habaib


Dikalangan Habaib, dikenal istilah munshib yang harfiahnya berarti "orang yang membetulkan atau memperbaiki". Dalam padanan bahasa Indonesia, berarti "kepala klan". Klan adalah bagian dari suku. Seperti klan Alatas, Alhabsyi, dan lain-lain. Fungsinya, sebagaimana makna harfiahnya, mencari jalan keluar atas masalah yang timbul dalam klan tersebut.

Di Hadhramaut, seiring berjalannya waktu, dan keluarga habaib semakin bertambah banyak, lebih beratlah tugas seorang naqib. Khususnya untuk beberapa keluarga yang telah berpencar dan pindah keluar daerah sehingga sangat sulit untuk dapat menghubungi naqibnya. Karena itu muncullah jabatan munshib. Istilah munshib populer pada zaman Syaikh Abu Bakr bin Salim di Inat hingga sekarang, kira-kira sudah 400 tahun.
Istilah itu hanya digunakan di Hadramaut. Sebaliknya istilah naqib tidak lagi digunakan. Dan dengan berubanya zaman, jabatan naqib pun hilang di Hadramaut, karena sudah digantikan oleh munshib. Tidak semua klan habaib mempunyai munshib. Begitu juga munshib, tidak khusus bagi golongan sadah. Ada juga munshib dari golongan masyayikh, seperti keluarga Al-Amudi di Qaydun. Begitu pula keluarga sadah, yang ada munshibnya adalah Bin Syaikh Abu Bakar Al-attas, Al-Haddad, Al-Aydrusy, dan Bilfaqih. Munshib Al-Habsyi baru dijabat setelah zaman Habib Ali bin Muhammad, shahib Maulid Simthud Durar. Bahkan Habib Ali sendiri pada zamannya tidak dianggap sebagai munshib.
Namun masih banyak klan habaib yang hingga kini belum mempunyai munshib, seperti klan As-Saqqaf, Al-Kaff, Al-Jufri, AljJunayd, Asy-Syathiri, bin Semayth. Begitu juga dalam keluarga masyayikh, seperti Al-Khatib, Al-Bafadhal, Al-Bagharib, dan lain-lain.
Lalu bagaimana mereka menyelesaikan perkara yang ada di dalam keluarga mereka? Yang dilakukan klan itu adalah menemui orang yang teralim dan tertua dikalangan keluarga. Sekiranya tidak ada, mereka akan menemui orang yang teralim dan tertua dikalangan sadah. Sekiranya tidak ada juga, mereka akan menemui orang yang teralim dari golongan masyayikh.
Di masa modern ini, apabila ada masalah didalam klan-klan itu, bisa dimintakan nasihat dari beberapa orang alim dari beberapa negeri, seperti Habib Zain bin Smith di Madinah, Habib Salim Asy-Syathiri, dan Habib Umar bin Hafidz di Hadhramaut.
Sedang beberapa munshib yang sekarang ada di Hadhramaut, di antaranya adalah Habib Ali bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Ali Al-Habsyi, yang sekarang menjadi munshib Al-Habsyi di Seiwun. Uniknya, dalam satu klan tidak hanya ada munshib, tetapi bisa lebih dari satu. Seperti yang terjadi pada klan Alattas, ada dua munshib. Yang pertama Habib Abdullah bin Ali bin Salim Alattas dan Habib Abdullah bin Umar bin Zayn bin Muhammad bin Abdullah Alattas. Keduanya berpusat di Huraydah. Karena jumlahnya yang besar, klan Alattas di Indonesia juga menunjuk seorang munshib, yang kini dijabat Habib Abdurrahman bin Syech bin Salim Alattas Asembaris Jakarta.
Lalu apa tugas seorang munshib ? Menurut Syaikh Yusuf bin Ismail Al-Nabhani dalam kitabnya yang berjudul Asy-Syaraful Mu'abbad, ada perbedaan antara naqib 'am dan khos. begitu juga untuk munshib, ada munshib 'am dan munshib khos. Naqib 'am diperuntukan bagi semua klan, sedang naqib khos untuk satu klan saja.
Seorang naqib khos mempunyai 13 tugas. Yaitu, menjaga silsilah keturunan satu klan. Mengenal nasab dan mengesahkannya. merekamkan dan menuliskan nama-nama anak yang baru lahir dan yang meninggal dunia dalam satu kitab tertentu. Mendidikan akhlaq kaumnya sesuai dengan akhlaq Rasulullah SAW. Menanamkan kecintaan kepada agama dan menjauhkan mereka dari meminta kepada yang tidak baik. Menjaga keluarga dari berbuat dosa, kesalahan, dan perbuatan haram. Menjaga keluarga dari bercampur dengan mereka yang rendah akhlaqnya sebagai bagian dari menjaga keturunan. Menjauhkan kaum dari sifat-sifat benci, munkar, dan mengarahkan mereka kepada kebersihan qolbu. Menjaga hak-hak yang dhaif agar tiada yang menzhalimi mereka. Menjaga harta mereka di baitulmal yang dimiliki kaum muslimin. Menjaga kaum wanita mereka dari perkawinan ang tidak sekufu (mengikuti Madzhab Syafi'i). Tegas menghukum kaumnya yang salah. Menjaga wakaf-wakaf kaumnya.
Sedang bagi seorang naqib yang mengetuai semua klan, ada lima tugas utama. Yakni, mendamaikan kalau ada perselisihan antara klan. Menjadi penjaga anak-anak yatim. Menghukum mereka yang berbuat salah. Mencarikan jodoh dan mengawinkan para wanita yang tidak punya wali. Menghukum mereka yang zhalim dan berbuat maksiat.

ReaD MorE...

  ©DESIGNED BY Abynaufal